Monday, February 4, 2013

A Whole New Backpacking Experience (Part 1): The Three 'Nekaters'


Yaaaak! Setelah hampir seminggu dibuat hectic jumpalitan mikirin PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) demi masa depan perkuliahan dan jalan-jalan, akhirnya selesai juga satu part cerita backpack trip dua minggu lalu. Saking udah lamanya ngga ngepost, jadi keder editingnya! Ribet euy! Jadi ini dipost dulu satu bagian, semoga part berikutnya ngga lama-lama menyusulnya. So let's get the journey started!


Siang hari di Stasiun Kota, saya bersama dua orang teman saat itu berniat membeli tiket kereta api Jakarta – Surabaya untuk trip kami ke Bromo seminggu setelahnya. Ini merupakan kegiatan backpacking pertama bagi kami, terutama saya. Sebelum tiket terbeli, teman saya Mai (sebut saja Jesi) menyarankan kami untuk membeli tiket rute Jakarta – Malang biar akses menuju Bromo lebih dekat. Memang, berdasarkan hasil riset online dan (sampe) lihat peta Jatim, rute menuju Bromo lebih dekat lewat Malang. Meskipun kebanyakan wisatawan memilih dari Surabaya via Probolinggo karena angkutannya jelas dan suguhan pemandangannya lebih oke. Berhubung kakaknya Jesi sudah pernah kesana dan rutenya lewat Malang, maka kita putuskan akhirnya memilih lewat Malang saja. Lagipula, dari Malang kita juga masih bisa menuju Probolinggo atau memilih langsung ke daerah Tumpang.
Setelah pertimbangan ini-itu, akhirnya didapat sudah enam tiket Kereta Api Matarmaja kelas ekonomi Jakarta – Malang dengan tanggal keberangkatan 21 Januari 2013. Sebenarnya total ada tujuh orang yang akan berangkat, tapi tidak terbeli satu tiketnya karena telat mengabari nomor identitas. Siasatnya, beli menyusul secepatnya biar masih bisa request nomer kursi yang berdekatan. Kita cuma beli tiket keberangkatan, bukan PP (pulang-pergi). Karena mikirnya, nanti beli disana aja pas hari pertama sampai. Oke, beres urusan tiket, sekarang tinggal mikirin “bakal ngapain aja disana”.

Lebih kurang seminggu sebelum keberangkatan, sesekali kami bertanya dan berdiskusi satu sama lain, mulai dari masalah penginapan, budget berapa banyak, sampai ngajak teman lain biar tambah seru plus yang pasti budget bisa lebih ditekan. Awalnya cukup optimistis bisa ngajak beberapa teman lagi. Alih-alih bakal seneng jalan bareng rame-rame temen sekelas, yang ada malah sebaliknya, satu per satu teman mulai memutuskan batal berangkat karena alasan tertentu *sigh*. Kabar demi kabar via sms saya terima dan membalasnya dengan “Yasudah ngga apa-apa. Next time ikut yaa!”. Sedih bener! Sampai sekitar H-4 keberangkatan, tersisa empat orang “penasaran” yang masih berupaya untuk tetap berangkat, meskipun di Indonesia saat itu sedang masuk musim penghujan. Bahkan Jabodetabek lagi “heboh-hebohnya” diguyur hujan sampai dilanda banjir parah (siklus banjir lima tahunan). Saya pun setiap hari terus berdoa semoga cuaca kembali cerah terutama saat kami berlibur, bahkan tiap pagi hingga siang sempat-sempatnya ngeliatin kondisi awan di depan rumah sambil memunculkan prediksi sendiri yang pastinya selalu dibawa optimis hahaha.

Anyway, mengunjungi Taman Nasional Bromo Tengger memang lebih disarankan pada saat musim kemarau. Karena salah satu highlight trip­-nya adalah sunrise dari puncak Penanjakan yang tentunya lebih spektakuler dinikmati saat langit bersih karena tidak terhalang kabut atau awan. Tapi mengunjunginya saat musim penghujan juga memiliki keistimewaan tersendiri dan bukan sebuah halangan, selama itu bukan hujan lebat yang terjadi berhari-hari karena terkadang beberapa lokasi wisatanya ditutup dan akses menuju lokasinya yang cukup berbahaya.

Dua hari menjelang tanggal berangkat, Jesi tiba-tiba mengabarkan kalau dia batal ikut dan menyarankan untuk diundur liburannya karena khawatir masalah cuaca. Ditambah lagi munculnya berita di tv dan media online bahwa ada jalan penghubung dua kecamatan di Probolinggo yang ambrol akibat tingginya curah hujan disana, membuat orang tuanya tambah snewen. Dudududu, yasutralah! Maka tersisa tiga orang, yaitu saya, Alfred, dan Risma. Awalnya saya ragu dua orang teman ini bakal mutusin tetep berangkat atau memilih batal karena sedikit yang berangkat. Tapi ternyata mereka pilih untuk tetap berangkat. Iyess! Atas nama nekat dan doa tetap selamat, kami pun berangkat!


Setelah packing dadakan semalam sebelumnya, pagi itu saya berangkat menuju Stasiun Pasar Senen dan janjian bertemu Alfred dan Risma disana. Kereta kami berangkat 14.00 WIB, dan saya sampai di stasiun sekitar 1,5 jam sebelumnya. Niat saya datang lebih awal adalah untuk me-refund satu tiket kakak saya yang batal ikut. Padahal sebelumnya di rumah uang tiketnya sudah diganti cash hahah (sukarela lho, bukan saya yang minta ganti). Yaa namanya usaha biar ngga rugi (lebih tepatnya biar untung) heheh. Tapi apa boleh dikata, ternyata harus disertai fotokopi KTP bersangkutan yang saat itu saya tidak bawa. Sama halnya dengan Risma yang berniat me-refund dua tiket teman yang batal berangkat. Karena tiga tiket teman yang batal berangkat tidak bisa di-refund, maka jadilah kami bertiga menguasai enam seat yang sudah dibeli selama perjalanan hehehe. Aaaah legaaa!! Sesampainya selonjoran nikmat di dalam gerbong, tak lama sebelum kereta melaju, Alfred bertemu dengan seorang temannya yang ternyata masih satu kampus dengan kami. Namanya Tyo (ngga tau ejaannya, by the way doi cewek lho!). Si Tyo ini ternyata bersama dengan sekitar 20an orang teman beserta beberapa dosennya sedang mengadakan acara tour yang merupakan kegiatan kampus, berhubung jurusan mereka adalah Usaha Jasa Pariwisata. Yang berbeda, katanya, kali ini yang menyusun kegiatan adalah mahasiswanya dan dibuat bergaya backpacker. Kelihatan memang, dari bawaan mereka semua termasuk dosen-dosennya yang berupa ransel bahkan carrier yang tidak terlalu besar. Seru deh! Dan rute liburan mereka salah satunya sama dengan niat kami bertiga, yaitu ke Bromo. Si Tyo sempat menawarkan kami bertiga untuk gabung di villa yang mereka sewa di daerah Batu, karena tau kalau kami liburan kesana belum jelas mau kemana aja, terutama masalah penginapannya hahaha. Tapi dengan alasan tidak enak hati, akhirnya kami menolaknya (emang dasar nekat!). Tapi wanti-wanti juga seandainya kepepet, yaa apa boleh buat. Mungkin akan kami terima juga hahaha.

Risma, Saya, Alfred. Siap 'ngubek' Malang



Alfred  & Tyo
Aduh yang ini kenalannya sama si Alfred, saya ngga tau namanya
Sesuai dengan yang tertera di tiket, kereta api Matarmaja yang kami naiki berangkat tepat pukul 14.05 WIB. Perjalanan diperkirakan akan menempuh waktu selama lebih kurang 18 jam *syalalala, lama aja. siapin obat tidur*. Sepanjang perjalanan ngapain aja? Pada 6 jam pertama, perjalanan masih fine & fun aja. Ngobrol ngalor ngidul, ini-itu, terutama (tetep) masalah rute di Malang ngapain aja, masalah penginapan gimana. Yaa tapi, namanya juga kita bertiga mah nekat, udah direncanain di awal juga, kesananya mah ngga tau gimana. Space seat kami yang bisa dibilang lega ini, beberapa kali “disinggahi” si Tyo sekedar  ikut ngobrol dan sesekali buat dia tidur. Si tyo ini orangnya ternyata asik. Kita banyak dapet info darinya dan juga dari satu dosen pendampingnya yang waktu itu ikut, Pak Sobirin (kalo saya ngga salah). Saya sempet heran, beliau segitu detilnya tau daerah yang bakal kami kunjungi, bahkan nama jalan dan gangnya sekalipun. Hebat! Ngga heran deh, kalau si Tyo menjulukinya Om Gugel.

Menjelang malam, mulai deh satu per satu dari kami bergiliran ‘ronda’ di kereta. Maksudnya ganti-gantian tidurnya. Sekedar waspada aja, takut ada barang-barang yang hilang. Si Alfred yang sepanjang  sore di awal perjalanan ngga tidur-tidur, malamnya mau ngga mau dapet jatah tidur. Jadilah antara saya dan Risma yang dapet giliran ronda malam. Saya yang kalau ngeliat suasana gelap bawaannya ngantuk melulu, sering kedapetan tidur di tengah jam ronda hahaha. Ternyata, dapet masing-masing dua seat bagi kami, tidak menjamin bakal tidur nyenyak selama perjalanan. Mata memang bawaanya mau merem melulu, tapi susah banget nyari posisi enak yang bisa bikin kita terlelap agak lama. Waktu perjalanan pun terasa lamaaaa aja. Tiap kali liat jam, rasanya cuma nambah 15 menit doang. Sekalinya bangun gara-gara badan pegel atau mati gaya ngga dapet posisi tidur, biasanya yaa ngga lain, makan atau nyemil. Main hp yaa bosen, online yaa rada males (saya doang, mungkin), baca buku apalagi (yaa wong yang saya bawa yaa buku yang udah khatam beberapa kali -___-). Satu kali saking bosen dan pegelnya badan, saya bareng Tyo jalan-jalan ke gerbong lain. Kami susuri dari gerbong kami yang hampir belakang banget, sampe gerbong kelas ekonomi AC yang ada hampir di depan. Walah! Emang dasar kurang kerjaan! Jalannya pun rada ngeri. Beberapa kali harus ngelangkahin orang yang menghalangi jalan atau bahkan nekat tidur di tengah jalan dalam gerbong. Ck ck ck.

Menjelang pagi, masih dalam suasana “mati gaya” dan badan pegal-pegal akhirnya kami sampai di daerah Kediri. Dari Stasiun Kediri menuju Malang inilah suguhan pemandangannya mulai memanjakan mata. Rute yang dilalui tidak seperti rute perjalanan sebelum-sebelumnya. Saya malah merasa sedang naik kereta wisata macam yang ada di Ambarawa (iya kali ah! Saya juga belom pernah padahal heheh). Ditambah sang surya yang mulai menampakkan rupanya dan makin meninggi, makin jadi aja deh pemandangannya. Mendekati Stasiun Malang (Kota Baru), satu rute yang paling saya suka yaitu saat masuk kawasan semacam hutan dan perbukitan. Sungguh sebuah perjalanan kereta api yang tidak pernah saya sangka. Karena pengalaman naik kereta sebelumnya ke Surabaya, (sepertinya) lewat jalur utara yang suguhannya sebagian besar laut. Aaahhh! Ke-matigayaan dan pegal rasanya mulai luntur seketika memasuki Stasiun Malang.

The scenery (lagi berawan, tapi ga sampe ujan)
View lagi (abaikan label fotonya)
Another view

Sesampainya di Kediri mulai deh kyak gini
Berjalan keluar Stasiun Malang, saya mulai jatuh cinta dengan suasana kotanya. Rasanya seperti berada di daerah Ciawi, Bogor. Daerah kota yang sudah banyak bangunan tertata rapi, dan di kejauhan terlihat gunung dan perbukitan. Teringat kondisi Jakarta yang sedang diguyur hujan lebat sebelum keberangkatan, kekhawatiran saya akan cuaca di Malang yang dilanda thunderstorm pupus sudah. Cuacanya saat kami sampai ternyata cerah sekali , hanya sesekali berawan. Yihaaa! Selamat datang di Malang!
- to be continued -


Touchdown Malang!


 ps :  saya lupa nonaktifin label tanggal di kamera, karena menurut saya ganggu banget. Bodohnya lagi, tanggal yang tertera itu tahunnya 2010. *self-jitak! makanya di beberapa foto yang tidak bisa "terselamatkan" saya tutup pake label seadanya sekalian jadi watermark ecek-ecek hahah. Dan saya baru nyadar pas di hari ketiga :D



No comments:

Post a Comment